ANATOMI DAN DESAIN KURIKULUM
Anatomi (berasal dari bahasa Yunani ἀνατομία anatomia, dari ἀνατέμνειν anatemnein, yang berarti memotong) atau kemudian akan lebih tepat dalam pokok bahasan ini kita sebut atau kita artikan dengan menggunakan arti struktur atau susunan atau juga bagian atau komponen.[1]
Desain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata "desain" bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, "desain" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru". Sebagai kata benda, "desain" digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata. Dalam kaitannya hal ini di artikan sebagai proses daripada pelaksanaan atau penerapan model kurkulum dalam dunia pendidikan.[2]
Proses desain pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan berbagai macam aspek lainnya, yang biasanya datanya didapatkan dari riset, pemikiran, brainstorming, maupun dari desain yang sudah ada sebelumnya.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
A. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat. Kedua, kesesuaian antar komponen-kpmponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan,proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.[3]
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia yang memiliki anatomi tertentu. Unsur atau komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau system penyampaian media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan satu sama lain[4].
1. TUJUAN.
Dalam kurikulum atau pengajaran, tujuan memegang peranan penting, akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama, perkembangan tuntutan, kebutuhan, dan kondisi masyarakat. Kedua, didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah Negara. Kita mengenal beberapa kategori tujuan pendidikan, yaitu tujuan umum dan khusus, jangka panjang, menengah, dan jangka pendek[5].
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori tujuan sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan institusional, merupakan sasaran pendidikan suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin di capai oleh suatu program study. Tujuan instruksional yang merupakan target yang harus dicapai oleh suatu mata pelajaran. Yang terakhir ini , masih dirinci lagi menjadi tujuan instruksional umum dan khusus atau disebut juga objektif, yang merupakan tujuan pokok bahasan. Tujuan pendidikan nasional yang berjangka panjang merupakan suatu tujuan pendidikan umum, sedangkan tujuan instruksional yang berjangka waktu cukup pendek merupakan tujuan yang bersifat khusus. Tujuan-tujuan khusus dijabarkan dari sasaran-sasaran pendidikan yang bersifat umum yang biasanya abstrak dan luas, menjadi sasaran khusus yang lebih konkret sempit dan terbatas.
Tujuan-tujuan mengajar dibedakan atas beberapa kategori, sesuai dengan prilaku yang menjadi sasarannya. Gage dan Brigs mengemukakan tiga kategori tujuan, yaitu Intlectual skills, Cognitive strategis, Verbal information, Motor Skills, dan Attitudes. Bloom mengemukakan tiga kategori tujuan mengajar sesuai dengan domain-domain prilaku individu, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif berkenaan dengan penguasaan kemampuan intlektual atau berpikir. Domain afektif berkenaan dengan penguasaan dan pengembangan perasaan, sikap, minat dan nilai-nilai. Domain psikomotor menyangkut penguasaan dan pengembangan keterampilan motorik.
Tujuan khusus mengajar juga memiliki tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Bloom membagi domain kognitif atas enam tingkatan dari yang paling rendah, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Untuk domain afektif, Kratwohl membagi atas lima tingkatan yang berjenjang, yaitu menerima, merespon, menilai, mengorganisasi nilai dan karakterisasi nilai-nilai. Untuk domain psikomotor, Anita Harrow membaginya atas enam jenjang, yaitu gerakan refleks, gerakan-gerakan dasar, kecakapan mengamati, kecakapan jasmaniah, gerakan-gerakan keterampilan dan komunikasi yang berkesinambungan.[6]
KEUNTUNGAN
Keuntungan perumusan tujuan mengajar yang berbentuk khusus(objektif) adalah :
1. Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan mengajar kepada siswa.
2. Membantu memudahkan guru-guru memilih dan menyusun bahan ajar.
3. Memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran.
4. Memudahkan guru mengadakan penilaian, menetukan bentuk tes, merumuskan butir tes dan menentukan kriteria pencapaiannya.
KERUGIAN
Selain keuntungannya, terdapat pula beberapa kesulitan, yaitu :
1. Sukar menyusun tujuan-tujuan khusus untuk domain efektif.
2. Sukar menyusun tujuan-tujuan khusus pada tingkat yang lebih tinggi.
Untuk mengatasi kedua kesukaran tersebut diperlukan keahlian, latihan, dan pengalaman yang mencukupi dari guru-guru. Kekurangan keahlian, latihan dan pengalaman akan membawa guru-guru pada perumusan tujuan yang bertaraf rendah, yang mudah diukur. Kelemahan diatas akan menyebabkan penyusunan tujuan khusus bersifat mekanistis, dengan jumlah tujuan yang sangat banyak.
Para ahli mengemukakan bahwa tujuan khusus merupakan suatu prilaku yang diperlihatkan siswa pada akhir suatu kegiatan belajar. Secara spesifik, tujuan-tujuan mengajar khusus yaitu :
Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh siswa, dengan:
1) Menggunakan kata-kata kerja yang menunjukan tingkah laku yang dapat diamati.
2) menunjukan stimulus yang membuktikan tingkah laku siswa.
3) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan siswa dan orang-orang yang dapat diajak bekerjasama.
Menunjukan mutu tingkah laku yang diharapkan dilakukan oleh siswa dalam bentuk:
1) ketepatan dan ketelitian respon.
2) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respon.
Mengambarkan kondisi atau lingkungan yang menunjang tingkah laku siswa, berupa :
1) kondisi atau lingkungan fisik,
2) kondisi atau lingkungan psikologis.[7]
2. BAHAN AJAR
Seorang siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan orang-orang, alat-alat dan ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa melakukan interaksi yang produktif dan memberikan pengalaman belajar yang dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan demikian dirancang dalam suatu rencana mengajar, yang mencakup komponen-komponen : tujuan khusus, sekuensi bahan ajar, strategi mengajar, media dan sumber belajar, serta evaluasi hasil mengajar.
Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub topik tertentu. Tiap topik atau sub topik mengandung ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan yan telah ditetapkan. Topik-topik atau subtopik tersebut tersusun dalam sekuens tertentu yang membentuk suatu sekuens bahan ajar.
Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens bahan ajar, yaitu:
1) Sekuens kronologis.
Digunakan untuk menyusun bahan ajar berdasar urutan waktu. Peristiwa sejarah, paenemuan ilmiah dan perkembangan historis suatu instuisi.
2) Sekuens kausal.
Berhubungan dengan situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari suatu peristiwa atau situasi lain. Dengan mempelajari sesuatu yang menjadi sebab, maka akan diproleh akibatnya.
3) Sekuens struktural.
Suatu sekuens bahan ajar perlu disesuaikan dengan strukturnya.
4) Sekuens logis dan psikologis
Bahan ajar juga dapat disusun berdasarkan urutan logis. Menurut sekuens logis bahan ajar, dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana kepada yang kompleks. Tetapi menurut sekuens psikologis, sebaliknya, dari keseluruhan kepada sebagian, dari yang kompleks kepada yang sederhana.
5) Sekuens spiral
Bahan ajar dipusatkan pada topik atau pokok bahan tertentu. Dari topik atau pokok tersebut, bahan diperluas atau diperdalam. Topik atau pokok bahan ajar tersebut adalah sesuatu yang populer dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan dan diperdalam dengan bahan yang lebih kompleks.
6) Rangkaian ke belakang.
Dalam sekuens ini, belajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur kebelakang.
7) Sekuens berdasar herarki belajar
Sekuens ini memiliki prosedur sebagai berikut: tujuan khusus utama pemebelajaran dianalisis, kemudian dicari suatu herarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan tersebut. Herarki tersebut menggambarkan urutan perilaku yang mula-mula harus dikuasai siswa, berturut-turut sampai dengan prilaku terakhir.
3. STRATEGI MENGAJAR
Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau metode mengajar. Pada waktu guru menyusun sekuens suatu bahan ajar, ia juga harus memikirkan strategi mengjar mana yang sesuai untuk menyajikan bahan ajar dengan urutan seperti itu.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar yaitu :
a) Reception/ Exposition Learning-Discovery Learning.
Reception dan Exposition sesungguhnya mempunyai makna yang sama, hanya berbeda dalam pelakunya. Reception Learning dilihat dari sisi siswa sedangkan Exposition dilihat dari sisi guru. Dalam exposition, keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau bentuk jadi, baik secara lisan maupun secara tertulis.
Dalam Discovery Learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisakan bahan dan membuat kesimpulan. Melalui kegiatan tersebut, siswa akan menguasainya, menerapkannya, serta menemukan hal yang bermanfaat bagi dirinya.
b) Rote Learning- Meaningful Learning
Dalam Rote Learning, bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghafalnya. Dalam Meaningful Learning, penyampaian bahan mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut Ausubel dan Robinson, suatu bahan ajar bermakna bila dihubungkan dengan struktural kognitif yang ada pada siswa.
c) Group Learning – Individual Learning
Pelaksanaan Discovery Learning, menuntut aktifitas belajar yang bersifat individual atau dalam kelompok kecil. Discovery Learning dalam bentuk kelas, pelaksanaannya agak sukar dan mempunyai beberapa masalah. Masalah-masalah tersebut yaitu karena kemampuan dan kecepatan belajar siswa tidak sama, sehingga hanya dapat dilakukan oleh siswa yang pandai. Kerjasama hanya akan dilakuakan oleh anak yang aktif, sedangkan anak yang lain mungkin hanya akan menonton. Dengan demikian akan timbul perbedaan yang sangat jauh antara anak yang pandai dan yang kurang.
4. MEDIA PENGAJARAN
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perngasang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar.
Rowntree, mengelompokan media mengajar menjadi lima macam, yaitu :
a. Interaksi Insani
Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih. Dalam komunikasi tersebut, kehadiran guru mempengaruhi perilaku siswa atau siswa-siswanya. Interaksi insani dapat berlangsung melalui komunikasi verbal atau nonverbal.komunikasi verbal memegang pernanan penting, terutama dalam perkembangan segi kognitif siswa. Untuk pengembangan segi afektif, komunikasi nonverbal seperti : perilaku, penampilan fisik, gerak, dan sikap memegang peranan penting sebagai contoh nyata.
b. Realita
Realita merupakan bentuk perangasang nyata seperti oranag, benda, dan peristiwa yang diamati siswa. Dalam realita, kesemuaan tersebut berfungsi sebagai objek pengamatan studi siswa.
c. Pictorial
Media ini menyajikan berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun simbol, bergerak atau tidak, dibuat diatas kertas, film, kaset dan media lainnya. Media pictorial memiliki keuntungan karena semua bentuk ukuran, kecepatan, benda, makhluk dan peristiwa dapat disajikan dalam media ini.
d. Simbol Tertulis
Merupakan media penyajian informasi paling umum, tetapi efektif. Ada beberpa macam bentuk media simbol, seperti buku teks, buku paket, modul dan majalah. Media ini biasnya dilengkapi dengan media pictorial.
e. Rekaman Suara
Berbagai bentuk informasi dapat disajikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara, sehinga mempermudah guru dalam menyampaikan materi belajar.
Dale mengemukakan 12 macam media mengajar atau audia visual aid, yang disebutnya Cone Of Experience atau kerucut pengalaman, yaitu :
Verbal Symbol
Visual Symbol
Sign , stick figures
Radio and Recording
Still Pictures
Educational Television
Exhibits
Study Trips
Demonstration
Dramatized experiene
Contrived experience
Direct Purposeful
Gagne mengemukakan lima macam perangsang belajar disertai alat-alat untuk menyajikannya, yaitu :
Perangsang
Alat
Kata kata tertulis
Kata-kata lisan
Gambar dan kata-kata lisan
Gambar bergerak, kata dan suara lain.
Konsep teoritis gambar
Buku, pengajaran berprogram, bagan, proyektor slide, poster, checklist.
Guru, tape recording
Slide tapes, slide bersuara, ceramah dan poster.
Proyektor film bergerak, televisi, demonstrasi
Film bergerak, permainan boneka/wayang.
5. EVALUASI PENGAJARAN
Komponen utama selanjutnnya setelah rumusan tujuan, bahan ajar, strategi mengajar, dan media menngajar adalah evaluasi dan penyempurnaan. Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan . Tiap kegiatan akan memberiakn umpan balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan balik tersebut digunakan untuk mengadakan berbagai usaha penyempurnaan baik bagi penentuan dan perumusan tujuan mengajar, penentuan sekuens bahan ajar, strategi, dan media mengajar.
a. Evaluasi hasil belajar-mengajar
Untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus yang telah di tentukan, diadakan suatu evaluasi . Evaluasi ini disebut juga evaluasi hasil belajar-mengajar. Dalam evaluasi ini disusun butir-butir soal untuk mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah di tentukan. Untuk riap tujuan khusus minimal disusun satu butir soal. Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek. Tujuan utama dari evaluasi formatif sebenarnya lebih besar ditujukan untuk menilai proses pengajaran. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah evaluasi formatif digunakan untuk menilai penguasaan siswa setelah selesai mempelajari satu pokok bahasan. Hasil evaluasi formatif ini terutama digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan membantu mengatasi kesulitan-kesulitanbelajar siswa. Dengan demikian evaluasi formatif, selain berfungsi menilai proses, juga merupakan evaluasi atau tes diagnostik. Grondlund (1976:489) mengnemukakan fungsi tes formatif sebagai berikut :
1. To plan corrective action for overcoming learning deficiences,
2. To aid in motivating learning,
3. To increase retention and tarnsfer or learning.
Evaluasi sumatif ditunjukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang pendidikan. Evaluasi sumatif mempunyai fungsi yang lebih luas daripada evaluasi formatif. Dalam kurikulum pendidkan dasar dan menengah, evaluasi sumatif dimaksudkan untuk menilai kemajuan belajar siswa (kenaikan kelas, kelulusan ujian) serta menilai efektifitas program secara menyeluruh. Ini sesuai dengan pendapat Grondlund (1976:499) bahwa evaluaasi sumatif berguna bagi :
1. Assigning grades,
2. Reporting learning progress to parents, pupils, and school personnel,
3. Improving learning and intruction
Untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan yang telah ditentukan atau bahan yang telah di ajarkan ada dua macam norma yang digunakan yaitu norm refrenced dan criterion refrenced (Chauhan, 1979:170-171, Gronlound, 1976:18-19, Thorndike, 1976:654). Dalam criterion refrenced penguasaan siswa yang diukur dengan sesuatu tes hasil belajar dibandingkan dengan sesuatu kriteria tertentu umpamanya 80% dari tujuan atau bahan yang diberikan. Dengan demikian dalam criterion refrenced ada suatu kriteria standar. Dalam norm referenced, tidak ada suatu kriteria standar, penguasaan siswa dibandingkan dengan tingkat penguasaan kawan-kawanya satu kelompok. Dengan demikian norma yang digunakan adalah norma kelompok, yang lebih bersifat relatif. Kelompok ini dapat berupa kelompok kelas, sekolah, daerah, ataupun nasional. Dalam implementasi kurikulum atau pelaksanaan pengajaran, criterion referenced digunakan pada evaluasi formatif, sedangkan norm referenced digunakan pada evaluasi sumatif.
b. Evaluasi pelaksasanaan mengajar
Komponen yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar-mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran (yang menyangkut sekuens bahan ajar), strategi dan media pengajaran, serta komponen evaluasi mengajar sendiri.
Stufflebeam dan kawan-kawan (1977:243) mengutip Model Evaluasi dari EPIC, bahwa dalam program mengajar komponen-komponen yang dievaluasi meliputi: komponen tingkah laku yang mencakup aspek-asoek(subkomponen) : kognitif, afektif, dan psikomotor; komponen mengajar mencakup subkomponen : isi, metode, organisasi, fasilitas dan biaya; dan komponen populasi, yang mencakup : siswa, guru, adminisator, soesialis, pendidikan, keluarga dan masyarakat. Untuk mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan hanya digunakan tes tetapi juga digunakan nontes, seperti observasi , studi dokumenter, analisis hasil pekerjaan, angket dan checklist. Evaluasi dapat dilakukan oleh guru atau oleh pihak-pihak lain yang berwenang atau diberi tugas seperti , kepala sekolah dan pengawas, tim evaluasi kanwil atau pusat. Sesuai dengan prinsip sistem, evaluasi dan umpan balik diadakan secara terus menerus, walaupun tidak semua komponen mendapat evaluasi yang sama kedalaman dan keluasannya. Karena sifatnya menyeluruh dan terus menerus tersebut maka evaluasi pelaksanaan sistem mengajar dapt dipandang sebagai suatu monitoring.
6. PENYEMPURNAAN PENGAJARAN
Hasil-hasil evaluasi, baik evaluasi hasil belajar, maupun evaluasi pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik bagi penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut. Komponen apa yang disempurnakan, dan bagaimana penyempurnaan tersebut dilaksanakan?. Sesuai dengan komponen-komponen yang di evaluasi, pada dasarnya semua semua komponen-komponen yang dievaluasi, pada dasarnya semua komponen mengajar mempunyai kemungkinan untuk disempurnakan. Suatu komponen mendapatkan prioritas lebih dulu atau mendapatkan penyempurnaan lebih banyak, dilihat dari perannya dan tingkat kelemahannya (Rowntree, 1974:150-151). Penyempurnaan juga mungkin dilakukan secara langsung begitu didapatkan sesuatu informasi umpan balik, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu tergantung pada urgensinya dan kemungkinan mengadakan penyempurnaan. Penyempurnaan mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal-hal tertentu mungkin dibutuhkan bantuan atau saran-saran orang lain baik sesama personalia sekolah atau ahli pendidikan dari luar sekolah. Penyempurnaan juga mungkin bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian-bagian tertentu. Semua hal tersebut beergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.
[1] http://en.wikipedia.org/wiki/Anatomy
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Aplication Software
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, hlm 102.
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid, hlm 105
0 Komentar