Segala puji bagi Allah, kita memuji, memohon pertolongan, serta ampunanNya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu-nafsu kita dan dari kejahatan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang ditunjuki oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tak seorangpun yang bisa menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.
Cinta adalah bagian dari fitrah, orang yang kehilangan cinta dia tidak normal tetapi banyak juga orang yang menderita karena cinta. Bersyukurlah orang-orang yang diberi cinta dan bisa menyikapi rasa cinta dengan tepat.
"Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik." (Al-Qur`an: Al-Imron ayat 14)
Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Cinta memang sudah ada didalam diri kita, diantaranya terhadap lawan jenis. Tapi kalau tidak hati-hati cinta bisa menulikan dan membutakan kita.
Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta tapi mengarahkan cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita maupun laki-laki. Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja.
Cara untuk bisa mengendalikan rasa cinta adalah jaga pandangan, jangan berkhalwat berdua-duaan, jangan dekati zina dalam bentuk apapun dan jangan saling bersentuhan.
Berdasarkan tingkatannya cinta manusia di bagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Cinta kepada kepada sang khalik , hal ini tercantum di dalam salah satu firman Allah :
31. Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( QS 3 : 31 )
Sahabat, bagaimana caranya kita menjemput cinta Allah ? pertama – tama kita harus Ma’rifatullah ( mengenal Allah ), sesungguhnya hanya Dialah cinta sejati kita . Yang selalu memenuhi kebutuhan kita , yang selalu ada disaat kita membutuhkan-Nya , dan selalu mengabulkan apa yang kita minta . Yang memiliki 99 Nama yang Indah ( Asma Ul-Husna ), Hal ini tercantum di dalam salah satu firman-Nya :
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. ( QS 59:23 )
Lalu apakah kita masih mengaku mencintai Allah SWT, sementara di waktu azan berkumandang kita masih di depan tv mengacuhkan panggilan sholat , kita masih asik dengan santainya mengobrol dengan teman kita dengan alasan tanggung ? atau barangkali sholat pun kita tinggalkan . Kemudian ada lagi kadang kita salah berucap atau dengan tingkah laku kita kita menyakiti hati orang lain ? atau mungkin juga kita pernah berbuat maksiat yang dilarang oleh Allah . Nauzhu Billah.
Sahabat, sesungguhnya Allah pun cemburu kepada kita , Dari Abi Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT itu pencemburu. Dan kecemburuan Allah itu adalah ketika seseorang mengerjakan apa yang diharamkan Allah SWT." (HR Muttafaq alaihi) tidakkah kita ingin dicintai Allah ? Jika kita ingin dicintai oleh Allah SWT , maka jauhilah segala perkara yang Allah larang dan kerjakanlah apa yang Allah perintahkan . Insya Allah bila kita mengerjakan apa yang Allah perintahkan , maka Allah pun akan mencintai kita. Ada suatu riwayat mengatakan “ Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang Hamba , maka Dia akan mengatakan kepada Malaikat Jibril , dan malaikat Jibril pun berseru kepada seluruh malaikat yang ada di langit dan di bumi dengan mengatakan bahwa Allah mencintai si Fulan. Maka seluruh malaikat yang diseru pun mencintai orang tersebut . “
Sahabat, dalam setiap detik yang berdetak. Dalam menit yang berhamburan tak kenal ampun. Juga dalam bilangan jam yang menukik tak terhentikan. Diamlah sejenak. Lihatlah di kedalaman jiwa. Tengok sebentar ujud hatimu. Adakah rupanya bersinar ataukah kau temukan ujud yang legam?. Dan apabila rupa yang kedua yang kau jumpai, maka seperti ucapan perempuan yang bersimpuh peluh di hadapan RasulNya tentang dosa-dosanya, kita juga perlu mengadospsi perkataannya sebagai manifestasi malu “Dengan apa kubahasakan malu ini pada Allah Yang Maha Kuasa. Haruskah dengan isak yang menyesak? Dengan kata yang menyemesta? Dengan keluhan-keluhan panjang?”
Tapi pernahkah kita malu dengan berbukit dosa yang diperbuat. Pernahkah merasa enggan bertemu Allah, karena malu atas segala salah yang tak akan luput dari pernglihatan Nya?. Malulah dari sekarang. Malulah dengan sebenar-benar malu, dengan sepenuh malu. Terlalu sering kita berada di sudut yang gelap karena keluar dari orbit benderang Nya. Terlalu mudah kita ingkari nikmat Nya yang agung, hingga kita benar-benar tidak tahu malu. Sekali lagi, Malulah kepada Tuhanmu.
Malu adalah sebagian dari iman, itu adalah sabda Rasulullah. Tapi malu yang seperti apa?. Dari Abdullah Ibn Mas’ud r.a, diriwayatkan bahwa Nabi bersabda “Orang yang malu kepada Allah dengan sepenuh malu adalah orang yang menjaga kepalanya dari isinya, menjaga perutnya dari segala rezeki tidak halal, selalu mengingat kematian, meninggalkan kemewahan dunia dan menjadikan perbuatan akhirat sebagai hal yang lebih utama. Sesiapa yang melakukan semua itu, maka ia telah malu kepada Allah dengan sepenuh malu”.
Dan, tahukah kalian apa yang Allah berikan sebagai imbalan kepada orang yang malu kepada Nya? Sebuah perlindungan tanpa tanding. Itu janji Nya.
Inilah contoh kisah cinta sejati dan pengorbanan hakiki yaitu kisah Ibrahim yang terukir dalam al-Qur’an. Setelah dia mengenal dan mengetahui siapa Tuhannya yang sesungguhnya, dia pun jatuh cinta kepadaNya (tak kenal maka tak sayang, kan). Dan Tuhannya pun berkenan menyambut cintanya dan menjadikannya sebagai kekasihnya (khalilullah). "Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai kekasihNya" (QS:4;125). Dan karena Ibrahim as paham benar apa itu cinta dan segala konsekuensinya, maka dia siap berkorban untuk sesuatu yang dicintainya karena memang cinta butuh pengorbanan. Namun tidak tanggung-tanggung, Ibrahim as diminta untuk mengorbankan putra kesayangan satu-satunya, belahan hati yang bertahun-tahun ditunggu kehadirannya, tapi ia rela, karena memang yang memintanya adalah Tuhannya, Kekasihnya.
Itulah sekelumit kisah cinta antara seorang hamba dengan Tuhannya, sebuah kisah yang benar-benar menyayat jiwa, membikin pilu di hati, tapi penuh dengan nilai-nilai Rabbani. Sebuah pengorbanan dari pemahaman akan cinta yang sangat mendalam kepada Tuhan Rabbal ‘alam. Itulah cinta sejati, cinta hakiki, yang akan mendapat ridha ilahi rabbi. Cinta dan pangorbanan yang akan mendapatkan kenikmatan abadi di dalam surga nanti. Bandingkan dengan cerita di atas tadi. Sebuah gambaran cinta dan pengorbanan yang penuh birahi dan emosi. Sebuah pengorbanan yang tiada arti.
2. Cinta Kepada Rasullullah SAW, hal ini tercantum di dalam salah satu firman Allah :
7. Dan Ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, ( QS 19: 7 )
Rasulullah SAW bersabda bahwa barangsiapa menghidupkan sunahnya, sesungguhnya dia mencintai Rasulnya, dan barangsiapa mencintai Rasul, sungguh dia akan bersama-sama dengan Rasulullah SAW di dalam Surga.
Pernyataan Rasulullah SAW ini sangat memotivasi jiwa umatnya untuk dapat bersama beliau di dalam Surga dengan segala kenikmatan yang tiada tara, Kita sering mendengar informasi ini dari Al Quran atau Hadist Nabi. Rasanya kita ingin lebih cepat meraih kenikmatan itu. Dan ujung-ujungnya muncul rasa rindu dan rasa cinta yang sangat mendalam kepada Baginda Rasulullah. Kemudian keinginan tadi, menanyakan kepada kalbu, Apakah sudah pantas diriku ini bersanding bersama Rasulullah SAW ? tidakkah kita ingin bersamanya di Telaga Kautsar ? di telaga tersebut beliau menunggu kita, menunggu ummatnya yang beliau cinta ? Apakah kita sudah melaksanakan apa yang beliau kerjakan , apa yang di perintahkan melalui perkataan dan perbuatan beliau yang tercantum di dalam hadist – hadistnya ?
Sungguh, Rasullulah begitu mencintai ummatnya, tetapi apakah kita sudah mencintai beliau ? atau jangan – jangan kita malah membuat Beliau kecewa, yang mengaku sebagai ummatnya, tetapi tidak seperti harapan beliau. Atau mungkin saja barangkali kita belum tahu betul siapa beliau. Seperti kata pepatah : Tak kenal maka tak sayang.
Inilah contoh kisah cinta sejati dan pengorbanan hakiki kepada manusia yang paling Mulia , yang pernah terjadi dengan Sumayyah ra, syahidah pertama dalam sejarah Islam. Ia rela mengorbankan jiwa raganya demi mempertahankan akidah yang dicintainya. Ali ra rela menjadi ganti Rasulullah SAW di tempat tidurnya sewaktu Rasul keluar untuk hijrah, padahal Ali tahu maut di depan mata mengancam jiwanya. Tapi demi Rasulullah SAW yang dicintainya, dia rela berkorban. Demikian halnya Abu Bakar al-Shiddiq ra yang rela tangan dan kakinya dipatok binatang-binatang berbisa, ketika berdua bersama Rasul di dalam gua, yang memang belum pernah terjamah tangan manusia. Dia tidak rela tubuh orang yang dicintainya dan dikasihinya tersentuh sedikitpun oleh binatang-binatang yang berbisa. Sebuah contoh pengorbanan yang tiada tara yang pernah dibuktikan pula oleh Rasul dan para sahabatnya, lewat perang-perang yang taruhannya hanyalah nyawa. Dan kini nilai-nilai pengorbanan ini pula yang dibuktikan lewat bom-bom istisyhad (bom-bom syahid) yang dilakukan muslimin Palestina. Mereka rela walau nyawa taruhannya karena mereka tidak ingin Islam yang dicintainya diinjak-injak zionis pembikin angkara murka di dunia.
Bagaimanakah menjemput cinta Rasul ? Beriman kepada beliau , Mencintai Rasul SAW , Taat terhadap beliau , Ittiba’ ( Mengikuti ) Nabi SAW , Memuliakan dan menghormati beliau , mencintai ahli bait dan para sahabat beliau , bershalawat kepada beliau.
Bayangkan andaikata Rasulullah tiba-tiba muncul di depan pintu rumah kita. Apa yang akan kita lakukan? Masihkah kita memeluk junjungan kita dan mempersilakan beliau masuk dan menginap di rumah kita? Ataukah akhirnya dengan berat hati, kita akan menolak beliau berkunjung ke rumah karena hal itu akan sangat membuat kita repot dan malu.
Marilah kita memohon :Maafkanlah kami ya Rasulullah .........
Karna kami tahu engkau seorang pemaaf dan murah hati .........
Kami tahu bahwa cintamu kepada umatmu melebihi cinta kami terhadap dunia.Hanya Allah yang tahu bahwa kami tetap cinta kepadamu sampai dengan hembusan nafas kami yang terakhir ya Rasulullah .......... Apakah umatmu yang rendah ini pantas berada disisimu ya Rasulullah ?
Dengan segala kemurahan hati yang engkau miliki aku hambamu yang rendah ini ingin tetap disisimu ya Rasulullah .........
3. Cinta Kepada Jihad , Jihad merupakan amal kebaikan yg disyariatkan Allah SWT Ia menjadi sebab kokoh dan mulianya umat islam. Sebaliknya jika kaum muslimin meninggalkan jihad di jalan Allah , maka mereka akan mendapatkan kehinaan. Hal ini tercantum di dalam salah satu firman Allah :
24. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.
Kata jihad memiliki pengertian yang luas, jihad dalam arti memerangi orang kafir hanya merupakan salah satu dari bentuk dan jenis jihad lebih umum dan lebih luas dari hal tersebut. Namun amal kebaikan ini harus memenuhi syarat ikhlas dan sesuai dengan syariat Islam. Karena keduanya merupakan syarat diterimanya suatu amalan. Disamping itu juga , jihad bukanlah perkara mudah bagi jiwa . Sangat erat kaitannya dengan pertumpahan darah, jiwa, dan harta .
Jenis dan tingkatan jihad :
Ø Jihad memerangi hawa nafsu untuk belajar mencari petunjuk ilahi dan agama yang lurus yang menjadi sumber keberuntungan dan kebahagiaaan dalam kehidupan dunia dan akhiratnya .
Ø Jihad untuk berdakwah dan mengajarkan ilmu tersebut kepada yang tidak mengetahui
Ø Jihad untuk mengamalkan ilmu setelah mengetahuinya, kalau tidak demikian, sekedar hanya mengilmuinya tanpa amal .
Ø Jihad untuk tabah menghadapi kesulitan dakwah, gangguan orang dan sabar menanggungnya karena Allah SWT.
Maksud dan tujuan dari Jihad yaitu:
Ø Agar tidak ada yang disembah kecuali Allah SWT , sehingga tidak ada seorangpun yang berdoa, shalat , sujud dan puasa selain untuk Allah Semata .
Ø Menyampaikan agama Allah dan mengajak orang untuk mengikutinya, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam dan meninggikan agama Allah di muka bumi .
Hal ini tercantum didalam salah satu firman Allah :
39. Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan. ( QS Al-Anfal 8 : 39 )
4. Cinta Kepada orang tua ( Birrul walidain )
14. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. ( QS. Luqman 31:14 )
Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim, seseorang datang kepada Rasulullah SAW meminta izin untuk pergi berjihad . Rasulullah SAW lalu bertanya kepadanya : “ Apakah orang tuamu masih hidup ? “ ia menjawab : “Ya”. Rasulullah kemudian berkata : Lakukanlah jihad dengan berbuat baik kepada keduanya.
Diantara begitu banyak tuntutan yang diajarkan oleh islam dalam mengarahkan kehidupan manusia adalah perintah untuk berbuat baik atau berbakti kepada kedua orang tua. Islam menegaskan bahwa setiap orang tua memiliki hak untuk diperlakukan beik oleh anak-anaknya, dan tidak boleh ada pengabaian dari masalah ini.
Birul walidain atau berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan salah satu karakteristik orang beriman.
23. Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. ( QS Al-Isra 17:23 )
Setiap kita menyadari bahwasanya kecintaan Allah akan dapat diraih manakala orang tua kita mencintai kita . Dan kemungkaran Allah akan dating manakala orang tua kita murka terhadap kita. Rasullullah Saw bersabda : “ Ridha Allah pada kemurkaan Allah ada pada murkanya orang tua. ” ( HR. Tirmidzi )
Saat ini kita banyak menyaksikan, betapa banyak perlakuan buruk yang diterima oleh orang tua dari anak – anaknya . Kehadiran mereka tidak lagi di dibutuhkan, tidak ada kata – kata lemah lembut dan ungkapan kasih sayang yang mereka terima, sebagaimana yang telah mereka berikan kepada anak – anaknya. Jika kita tinggal terpisah jauh dari orang tua, maka kunjungilah mereka secara rutin sepekan atau dua pekan sekali. Kalau kita tidak dapat melakukannya karena tempat tinggal yang sangat jauh, berusahalah untuk menelphon atau mengirim surat.
Dari Abu Hurairah, dia berkata, telah dating kepada Rasulullah saw, seorang laki-laki lalu bertanya:, "Wahai Rasulullah, siapakah yang lebih berhak untuk saya pergauli dengan baik?" Beliau menjawab, "Ibumu" dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu" dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu" dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ayahmu". (HR Muslim)
Orang tua, terutama ibu harus selalu kita hormati sepanjang hidup kita. Walaupun itu bukan orang tua kita sendiri. Kalau kita menghormati semua orang tua, berarti kita menghormati orang tua kita. Begitu juga bila kita memaki orang tua yang bukan orang tua kandung, maka berarti kita memaki orang tua kita sendiri.
Memuliakan orang tua kita bukan dengan memberinya harta yang berlimpah. Tetapi akhlak yang baik dari anak-anaknya sudah membuat orang tua kita damai dan senang. Harta tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan akhlak yang baik.
Kita sebagai anak harus memohon, berjuang sekuatnya kepada Allah bila orang tua kita belum mendapat hidayah dari Allah. Dan kita harus selalu menerima segala kekurangan orang tua kita dengan lapang dada.
5. Cinta kepada Sesama Manusia.
Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, supaya muncul suatu ketenangan, kesenangan, ketentraman, kedamaian dana kebahagiaan. Hal ini tentu saja menyebabkan setiap laki-laki dan perempuan mendambakan pasangan hidup yang memang merupakan fitrah manusia, apalagi pernikahan itu merupakan ketetapan Ilahi dan dalam sunnah Rasul ditegaskan bahwa " Nikah adalah Sunnahnya". Oleh karena itu Dinul Islam mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara laki-laki dan perempuan dan selanjutnya mengarahkan pertemuan tersebut sehingga terlaksananya suatu pernikahan.
Namun dalam kenyataannya, untuk mencari pasangan yang sesuai tidak selamanya mudah. Hal ini berkaitan dengan permasalahan jodoh. Memang perjodohan itu sendiri suatu hal yang ghaib dan sulit diduga, kadang-kadang pada sebagian orang mudah sekali datangnya, dan bagi yang lain amat sulit dan susah. Bahkan ada kalanya sampai tua seseorang belum menikah juga.
Fenomena beberapa tahun akhir-akhir ini, kita melihat betapa banyaknya muslimah-muslimah yang menunggu kedatangan jodoh, sehingga tanpa terasa usia mereka semakin bertambah, sedangkan para musliminnya, bukannya tidak ada, mereka secara ma'isyah belum berani maju untuk melangkahkan kakinya menuju mahligai rumah tangga yang mawaddah wa rohmah. Kekhawatiran jelas tampak, ditengah-tengah perekonomian yang semakin terpuruk,
Ada sebuah kisah nyata yang sempat dipublikasikan media massa. Kisah cinta kasih dua sejoli berlainan agama, yang hanya karena tidak mendapat restu orang tua rela mengakhiri hidupnya di atas rel kereta. Berkorban demi cinta, katanya. Dan sudah berapa banyak gadis-gadis perawan rela menyerahkan kegadisannya kepada kekasih yang dicintainya, sekali lagi, hanya karena alasan cinta. Demi cinta, kurelakan segalanya, katanya. Itulah cinta yang salah arah dan haluan yang akhhirnya kebablasan. Sebuah pengorbanan yang hanya mendatangkan penyesalan, tidak hanya di dunia tapi juga di hari kemudian.
Pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibuk-ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine's Day. Biasanya mereka saling mengucapkan "selamat hari Valentine", berkirim kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “hari kasih sayang”. Benarkah demikian?
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)
Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.
Sahabatku,,,,,Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.
Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.
Pernah merasakan kerinduan yang teramat sangat? Kerinduan untuk mendapatkan cinta. Saat itu seolah hati merana tak berjiwa. Seperti hampa. Tak berdaya. Namun kehidupan ini memaksanya untuk tetap ada. Setiap diri kita pasti butuh cinta. Dan kebutuhan itu terlihat nyata dari perilaku kita, ataupun tersembunyi lewat kata. Entah dinyatakan secara jelas, entah sekedar tersirat hadirnya. Mungkin pula hanya berupa rasa rindu yang menggelora tanpa kuasa meminta. Cinta itu fitrah adanya. Seringkali tak sanggup diri kita untuk memperhatikan lagi rambu-rambu dalam bercinta. Oleh sebab perasaan itu telah kuat adanya. Otak ini serasa beku tak kuasa, sedang hati telah terguratkan olehnya.
Kadangkala, kalimat yang kita ucapkan tak melulu mewakili perasaan yang sebenarnya. Seringkali hati lah yang bisa berbicara, namun mulut ini tak sanggup mengutarakannya. Keinginan untuk dicintai itu telah terpendam jauh di pelosok kalbu.
Kepada manusia, kita telah melakukan apa saja untuk mendapatkan cinta. Dari ayah dan ibu kita, teman dan sahabat, suami, anak, istri, dan siapa saja yang dekat dengan diri kita.
Bagi yang para ikhwan ataupun akhwat yang sudah mampu untuk menikah, menikahlah,, karena menikah itu adalah sunnah Rasullullah SAW. Atau barangkali berpuasalah karena itu akan meredam gejolak syahwat .
Dalam haditsnya, Rasulullah SAW “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka segeralah menikah. Karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi)” (HR Bukhari).
Nikah, sebuah kata indah nan mempesona. Dialah harapan setiap insan manusia terutama kawula muda. Dengan menikah hidup kan semakin indah dan berharga. Dengan menikah terjalin cinta kasih diatas ikatan suci. Alangkah indahnya pernikahan, alangkah bahagianya mereka yang menikah, hingga pena ini rasanya tak sanggup untuk mengungkapkan dan mengukir keindahan itu diatas kertas. Tidak ada yang lebih bisa menggambarkan keindahan pernikahan ini
Pernikahan itu pasti indah, nyaman, dan menyenangkan. Itu garansi dari Allah Azza wa Jalla, sebagaimana tertuang dalam firmanNya yang suci :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S 30:21).
Apabila ada ungkapan Pernikahan tidak selamanya indah, pasti ada eror yang dilakukan oleh para pelaku pernikahan. Entah itu berupa pelanggaran atas rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam proses pencapaiannya. Ataupun sikap manusia yang makin tidak apresiatif terhadap kewajiban universal dari Pencipta alam semesta ini. Islam memandang, pernikahan bukan saja sebagai satu-satunya institusi yang sah, tempat pelepasan hajat birahi manusia terhadap lawan jenisnya. Tapi yang tak kalah penting adalah, pernikahan sanggup memberikan jaminan proteksi pada sebuah masyarakat dari ancaman kehancuran moral dan sosial.
Itulah sebabnya, Islam selalu mendorong dan memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia untuk segera melaksanakan kewajiban suci itu.
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nuur : 32).
Dari sini makin jelas, kemana orientasi perintah menikah itu sesungguhnya. Tujuan pembentukan institusi-institusi pernikahan (keluarga) tak lain adalah, agar terpancang sendi-sendi masyarakat yang kokoh. Sebab keluarga merupakan elemen dasar penopang bangunan sebuah masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat akan kuat dan kokoh apabila ditopang sendi-sendi yang juga kokoh. Dan kekokohan itu tidak mungkin tercapai kecuali lewat penumbuhan institusi-institusi keluarga yang bersih.
Pasal kewajiban menikah adalah merupakan sunah Nabi SAW yang harus ditaati setiap Muslim, tidak akan kita bahas lebih jauh di sini. Begitupun soal pernikahan merupakan aktualisasi keimanan atau aqidah seseorang terhadap Tuhannya, juga tidak akan kita perpanjang dalam tulisan ini. Sehingga dia menjadi alasan mendasar Islam, kenapa pernikahan hanya sah jika dilakukan oleh pasangan manusia yang memiliki aqidah, manhaj (konsep) hidup, serta tujuan hidup yang sama. Yakni mencari keridhoan Allah Azza wa Jalla. Ada sisi krusial lain dari pernikahan yang akan kita bahas lebih jauh. Yakni pernikahan dan kaitannya dengan peradaban manusia. Pasal ini yang mungkin jarang dicermati oleh kebanyakan masyarakat, termasuk masyarakat Islam.
Bahwa ada korelasi kuat antara keberadaan institusi pernikahan dengan potret masyarakat yang akan muncul (seperti telah disinggung sebelumnya), adalah tidak bisa kita pungkiri. Sebab indikasinya gampang sekali dilihat dan dirasakan.
Masyarakat yang menghargai pernikahan, pasti mereka merupakan masyarakat yang beradab. Demikian sebaliknya.
Maka tatkala kita telusuri, apa penyebab masyarakat Barat menjadi masyarakat yang tumbuh liar tanpa nilai-nilai etika, moral, dan agama. Itu sangat mudah kita pahami. Lantaran mereka adalah masyarakat yang tidak memahami makna sakral pernikahan. Hasrat seksual menurut mereka, bisa mereka lampiaskan kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Sehingga tak ada kaitan antara kehormatan dan kesucian seseorang dengan pernikahan.
Dari sinilah awal munculnya masyarakat Barat yang tidak beradab. Mereka menjadi masyarakat pemuja syahwat, menawarkan budaya buka-bukaan aurat alias telanjang,
memamerkan secara vulgar budaya hidup seatap tanpa menikah antara laki-laki dan wanita. Maka kasus-kasus perceraian kian tidak terhitung jumlahnya. Ribuan anak-anak lahir tanpa jelas nasabnya (garis keturunannya). Setelah besar, generasi tanpa bapak itu pun membentuk komunitas anak-anak jalanan yang selalu menimbulkan problem bagi masyarakat mereka sendiri. Dari situlah siklus budaya nista bermula.
Ironisnya, dalam masyarakat Islam pun mulai muncul sikap yang kurang apresiatif terhadap perintah menikah. Jika tidak sampai dikatakan enggan menikah, setidaknya ada gejala masyarakat Islam mulai bersikap mengulur-ulur waktu pernikahan. Padahal ini sangat berbahaya. Boleh jadi gaya hidup hedonis Barat yang sangat intens disuguhkan lewat bacaan dan filem-filem, telah menyebabkan perubahan pola pemikiran masyarakat Islam. Khususnya dalam menyikapi perintah menikah.
Inilah barangkali yang menyebabkan pasangan muda-mudi dalam masyarakat kita, lebih senang berlama-lama pacaran etimbang memikirkan untuk serius membangun rumah tangga. Kalaupun di sana-sini marak acara-acara pesta pernikahan, itu mungkin tak lebih hanya sebuah basa-basi kultural. Semuanya terlepas dari ikatan nilai-nilai religius yang sakral. Sehingga kita sering menyaksikan pesta-pesta pernikahan, tak lebih hanya sebagai ajang pamer kemewahan dan bahkan pamer kemaksiatan. Sebab boleh jadi, sebelum pesta itu berlangsung mereka sudah menjalani praktek-praktek layaknya kehidupan suami-isteri. Astaghfirullah ,
Kenapa Islam menggesa para pemuda untuk menikah, semakin jelas kita pahami.
Padahal Allah berfirman;Jika mereka miskin, maka Allah akan membuat mereka kaya dengan KeutamaanNya,; kata Umar bin Khattab r.a. Ayo, tunggu apa lagi? Jangan tunda-tunda pernikahan!
Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan:
Kecintaan-Ku adalah bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling mengunjungi karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (Al-Hadits).
Ya, berani bercinta memang harus berani berkorban untuk sesuatu yang dicintai. Tidak berani berkorban, maka janganlah jatuh cinta. Tidak pernah jatuh cinta, maka bukanlah manusia. Karena yang namanya manusia pasti merasakan cinta.
"Manusia dihiasi oleh rasa cinta kepada wanita, anak-anak dst". (QS.: 3;14). Dan cinta di atas cinta tentunya hanya untuk Allah SWT., RasulNya dan jihad di jalanNya. (QS.:9;24).
Ya, cinta memang butuh pengorbanan, tapi pengorbanan yang diridhai Tuhan. Wallahu ‘alam
Wa shalallahu wa sallam 'ala Muhammadin tasliman katsira , wa akhiru da 'wana, al hamdulillahi Rabbil 'alamin .
Allahu Rabbana,
Tak pantas aku menjadi penghuni surga,
Namun tak juga kuat hamba dalam bara neraka,
Maka perkenankan jiwa meminta,
Ampunan atas khilaf dan nista
Sebab hanya Engkau, pengampun yang paling Maha
(Abu Nawas)
0 Komentar